Oleh: Ramadion
Hubungan jarak jauh* (long distance relationship)
merupakan momok yang cukup menakutkan bagi pasangan. Tiga orang
peneliti (Lydon, Tamarha, dan O’Regan, 1997) pernah meneliti masalah
ini. Hasilnya, dari 55 hubungan jarak jauh yang terjadi karena
partisipan masuk ke universitas, 75 persennya kandas di tahun pertama
dengan “pemutusan jarak jauh”.
Penyebab utama berakhirnya hubungan
yang dijalankan dari jarak jauh cukup menyayat hati, yaitu, pupusnya
rasa cinta sedikit demi sedikit. Faktor yang mendorong hal ini adalah
menurunnya kepuasan terhadap hubungan salah satu faktor yang menyebabkan
rasa suka, yaitu kedekatan jarak (proximity) tidak terpenuhi. Kurangnya waktu bertemu dengan pasangan membuat emosi yang dirasakan kepada pasangan semakin berkurang.
Pupusnya rasa cinta saat menjalani
hubungan jarak jauh juga disebabkan oleh komunikasi yang kurang.
Pasangan kekurangan pembicaraan-pembicaraan mengenai kehidupan mereka
sehari-hari, suatu hal yang penting dalam suatu hubungan. Jika salah
satu dari pasangan merasakan biaya yang dikeluarkan untuk berkomunikasi
sebagai sesuatu yang membebani, ketidakrelaan ini juga akan merusak
perasaannya pada pasangannya.
Cara mempertahankan hubungan yang terpisahkan oleh jarak
Terdapat dua buah komitmen dalam hubungan cinta, yaitu enthusiastic commitment dan moral commitment. Enthusiastic commitment adalah komitmen yang muncul karena penilaian
positif dan kepuasan yang diberikan atas hubungan (cinta). Jadi,
kesenangan yang didapatkan seseorang dari hubungannya membuat ia
memutuskan untuk mempertahankan hubungan.
Dalam hubungan jarak jauh, kesenangan yang
didapatkan pasangan dari hubungan cintanya tentu jauh lebih rendah dari
hubungan jarak dekat. Mereka tidak dapat dengan mudah berdekatan secara
fisik dengan pasangannya dan tidak banyak memiliki waktu bersama. Karena
itu, agar hubungan dapat bertahan, mereka harus berpegang kepada moral commitment.
Moral commitment adalah perasaan bahwa seseorang harus meneruskan sebuah hubungan. Moral commitment adalah
perasaan wajib untuk mempertahankan hubungan karena sudah memutuskan
untuk menjalin hubungan tersebut. Pasangan yang menumbuhkan moral commitment
merasa bahwa hubungannya sudah tidak saja berdasarkan pada kesenangan.
Pasangan itu melihat bahwa hubungan mempunyai sebuah dasar baru yang
lebih berarti daripada kesenangan, yaitu investment dan meaning.
Investment adalah
kekuatan yang menyatu pada hubungan yang sedang berjalan. Maksudnya,
pasangan menyadari bahwa hubungan yang ia jalani adalah investasinya
untuk masa depan (misal, untuk menikah). Pasangan sudah melihat saling
ketergantungan yang mereka miliki dan efek positif dari hubungan
terhadap kemampuan mereka bersama untuk selamat dalam hidup ini. Mereka
sadar bahwa jika sekarang mereka bisa bertahan, nantinya mereka akan
bahagia saat sudah bisa bersatu lagi.
Meaning adalah perasaan
bahwa sebuah tujuan mencerminkan nilai, identitas dan kepercayaan akan
diri dan orang lain. Pasangan melihat bahwa hubungan yang mereka jalani
adalah benar-benar gambaran keinginan diri mereka sendiri, dan
keberhasilan dari hubungan itu adalah tujuan yang ada di dalam diri.
Pasangan melihat bahwa hubungan mereka memiliki arti yang besar, yang
lebih kuat dari jarak yang menjadi penghalang mereka.
Dengan kata lain, moral commitment membuat
pasangan mengejar kondisi dimana hubungan mereka menjadi sangat kuat
dan tidak hanya tergantung pada rasa senang apa yang diberikan oleh
hubungan itu (antusiasme semata). Pada tahap moral commitment, karena pasangan sudah mengesampingkan untuk sementara hal-hal yang dianggap penting dalam enthusiastic commitment (waktu untuk bertemu, kontak fisik, dan lain-lain), mereka lebih siap untuk membuat pengorbanan agar hubungan tetap langgeng.
Pada tahap ini, hubungan juga tidak akan terganggu oleh hal-hal yang mengganggu pada tahap enthusiastic commitment (yaitu stress yang dihasilkan oleh hubungan dan menariknya individu lain/selingkuh.
Terdapat beberapa cara lain yang sebaiknya dilakukan juga untuk mempertahankan hubungan jarak jauh, yaitu:
a. Kembangkan kedekatan yang tidak berdasarkan fisik (non-physical intimacy).
Cobalah untuk mengerti bahwa pengorbanan pasangan yang pergi ke tempat
yang jauh pasti akan memberikan hasil. Dengan kita mendukung pasangan
untuk mengejar tujuannya pergi ke tempat yang jauh, kita telah menjadi
salah satu pendukung berhasilnya pasangan, dan hubungan jarak jauh ini
adalah pengorbanan yang layak untuk diberikan.
b. Lakukan manajemen waktu dengan baik.
Cocokkan waktu yang dapat digunakan untuk berkomunikasi. Selesaikan
semua kewajiban sebelum waktu itu datang, agar tak ada gangguan pada
saat komunikasi. Misalnya, pacar Anda berada di Amerika yang memiliki
perbedaan waktu 12 jam. Kalian berdua harus menghitung bersama agar
menemukan waktu yang pas untuk chat berdua. Ingat,komunikasi harus tetap dijaga.
c. Tumbuhkan rasa percaya pada pasangan. Sadari bahwa mempercayai
pasangan adalah hal yang penting untuk perkembangan hubungan.
Kepercayaan ini akan membuat kedua pasangan nyaman akan hubungan
sehingga mempertahankan kepuasan akan hubungan.
d.
Tingkatkan kesabaran. Terimalah kenyataan bahwa komunikasi memang sulit
pada saat menjalankan hubungan jarak jauh. Jangan mempersulit hubungan
jarak jauh dengan mempermasalahkan sesuatu yang tak dapat diubah.
Pasangan yang dapat selamat menjalani hubungan jarak jauh seharusnya menjadi pasangan yang lebih mengerti arti dan kekuatan (meaning dan investment)
hubungan mereka. Selain itu masih ada beberapa keuntungan lagi, yaitu,
timbulnya penghargaan/apresiasi pada pasangan, berkurangnya
ketergantungan, personnal growth, punya waktu bagi diri sendiri, hubungan yang dengan sendirinya makin kuat dan komunikasi yang makin kuat dan baik.
Hubungan jarak jauh bukan tidak mungkin untuk
dipertahankan, asalkan pasangan mencoba melakukan peran dan tanggung
jawabnya masing-masing. Siapakah yang menjadi penentu bertahan atau
tidaknya sebuah hubungan jarak jauh? Anda sendiri dan pasangan yang
menjalankannya.
*catatan: definisi hubungan jarak jauh adalah tinggal
minimal 50 mil jauhnya dari pasangan (Mietzner dkk., 2005) dalam jangka
waktu setidaknya tiga bulan (Knox dkk, 2002) karena sekolah, karir,
atau mengurus keluarga yang sakit. Mereka yang masih sering
berkomunikasi melalui telepon, e-mail, atau berkunjung ke kota
pasangannya tetap dianggap menjalankan hubungan jarak jauh.
Referensi:
Baron, R.A., Byrne, D., & Branscombe, N.R. (2006). Social Psychology, (11th ed.). Boston: Pearson.
Knox,
D., Zusman, M.E., & Brantley, A. (2002). Absence Makes the Heart
Grow Fonder?: Long Distance Dating Relationship Among College Students.
Lydon, J., Tamarha, P., & O’Regan, S. (1997). Coping With Moral Commitment to Long-Distance Dating Relationship. Journal of Personality and Social Psychology, 73, 104-113.
Mietzner, S., & Lin, L. (2005). Would You Do It Again? Relationship Gained in a Long-distance Relationship.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar